Terjemah Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani (Pembahasan ke-8)

TERJEMAH KASYIFATUSSAJA

Pembahasan ke-8

(الحمد) أى الثناء بالكلام على الجميل الإختياري مع جهة التبجيل والتعظيم
سَواء كان في مقابلة نعمة أم لا
مستحق ( لله)
وهذا هو الحمد اللغوي الذي طلبت البداءة به
وأما الحمد الإصطلاحي فلا تطلب البداءة به
وهو فعل يدل على تعظيم المنعم من حيث كونه منعما على الحامد أو غيره
سواء كان ذلك قولا باللسان أو إعتقادابالجنان أو عملا بالأركان التي هي الأعضاء
(رب) أي مصلح (العالمين)
لما افتتح بالبسملة إفتتاحا حقيقيا إفتتح بالحمدلة إفتتاحا إضافيا جمعا بين حديتي البسملة والحمدلة واقتداء بالكتاب أيضا
وَعملا بحديث ابن ماجه كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه بالحمد لله فهو أجذم وفي رواية فهو أقطع

(Segala puji) yakni penyanjungan dengan ucapan menurut cara yang bagus yang diupayakan dengan kesadaran sendiri, disertai tujuan memuliakan dan mengagungkan, sama saja keadaan pujian itu dalam hal merespon terhadap kenikmatan ataupun tidak,

adalah menjadi hak (bagi Allah).

Dan ini merupakan pujian secara bahasa, yang dianjurkan untuk memulai [sesuatu] dengannya.

Adapun pujian secara istilah, maka tidak dianjurkan untuk memulai [sesuatu] dengan pujian itu.

Dan pujian secara istilah itu adalah suatu perbuatan yang menunjukkan atas pengagungan kepada Sang pemberi karunia, dari sisi keberadaannya sebagai pemberi nikmat kepada si pemuji atau kepada selainnya.
Sama saja keadaan pujian itu berupa ucapan dengan lidah, atau keyakinan dengan hati, atau berupa perbuatan dengan berbagai organ tubuh, yaitu anggota- anggota tubuh.

(Tuhan) yakni Zat Pemelihara (semesta alam)

Tatkala pengarang [Syekh Salim bin Sumair] membuka [kitabnya] dengan basmalah sebagai pembuka secara hakikat, maka beliau membuka [juga] dengan hamdalah sebagai pembuka secara penyandaran, lantaran menggabung diantara dua hadits [mengenal] basmalah dan hamdalah, dan juga karena mengikut kepada AlKitab [Al-Qur’anl,

dan karena mengamalkan dengan hadits Imam Ibnu Majah : ”Setiap perkara yang memiliki hal penting, yang tidak dimulai dalam perkara tersebut dengan ucapan alhamdulillah, maka perkara itu [laksana otang yang] terpotong jari jemarinya”.

Dan dalam riwayat lain [disebutkan]: “maka perkara itu [bagai orang yang] terpotong tangannya”.

Lihat sebelumnya Pembahasan Ke-7


Lihat Setelahnya Pembahasan ke-9

Wallohu a'lam bishshowaab

_______________________________________
Karya Syekh Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawi Al-Bantani As-syaf'ii
Diterjemahkan oleh :
Zaenal Arifin Yahya

Post a Comment

Previous Post Next Post