TERJEMAH KASYIFATUSSAJA Syarah Safinatunnajah Pembahasan ke-172

Karya Syekh Muhammad Nawawi Bin Umar Al-Jawi Al-Bantani Assyafii

Diterjemahkan oleh :

Zaenal Arifin Yahya

قال إمام الحرمين وإن قال الجنب بسم الله والحمد لله فإن قصد القرآن عصی وإن قصد الذكر أو لم يقصد شيئا لم يأثم ويجوز لهما قراءة ما نسخت تلاوته كالشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة نگالا من الله إنتهى قول النووى رضی الله عنه (و) سابعها (الصو) فمتى نوت الصوم حرم عليها وأما إذا لم تنو ومنعت نفسها الطعام والشراب فلا يحرم عليها لأنه لا يسمی

صوما والأوجه أنه لم يجب عليها أصلا ووجوب القضاء إنما هو بأمر جديد وقيل وجب عليها ثم سقط (و) ثامنها (الطلاق) وهو من الكبائر إلا في سبع صور فلا يحرم طلاقها فيها

Imam Al-Haromain berkata: "Jika orang yang junub berkata: "Bismillahi wal Hamdu lillahu Lalu jika ia memaksudkan itu sebagai (ayat) Al-quran, maka Ia bermaksiat (berdosa). 


namun jika ia memaksudkan sebagai dzikir atau ia tidak memaksudkan sebagai apapun, maka ia tidak berdosa'. 


Dan diperbolehkan bagi keduanya (orang yang junub dan yang haid) membaca sesuatu ayat) yang telah dihapus bacaannya, seperti ayat as-Syaikhu wasy Syaikhotu idza zanaya farjumuhuma albattata nakalam minallah (Laki-laki tua dan wanita tua apabila keduanya berzina, maka rajamlah keduanya, secara pasti, sebagai peringatan (bagi yang belum melakukan) dari Alloh)". Selesai penuturan Imam An-Nawawy rodhiyallohu 'anhu. 


(Dan) perkara ketujuh yang diharamkan adalah (berpuasa)


Maka bilamana wanita yang haidh berniat puasa, maka diharamkan hal itu atasnya. 


Adapun apabila dia tidak berniat (puasa), namun dia mencegah dirinya (dan mengkonsumsi) makanan dan minuman, maka hal itu tidak diharamkan atasnya, karena sesungguhnya hal itu tidak dinamai sebagai puasa. 


Pendapat yang paling kuat argumentasinya adalah bahwasanya tidak wajib puasa bagi wanita yang haidh, sama sekali, dan kewajiban meng-qodho (puasa) sesungguhnya hal itu hanyalah dengan perintah yang baru. 


Dan dikatakan (oleh satu pendapat): "(Mulanya) puasa wajib bagi wanita yang haidh, kemudian gugur kewajiban tersebut". 


(Dan) perkara kedelapan yang diharamkan adalah (diceraikan)


Dan diceraikan dalam kondisi haidh termasuk diantara dosa-dosa besar, kecuali dalam tujuh gambaran (kasus), maka tidak haram menceraikan wanita (di saat sedang hadh) pada tujuh kasus itu.


🛳🛳🛳🛳🛳🛳🛳🛳🛳🛳🛳

Wallohu a'lam bishshowaab

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post