BAB II
ĪMĀN KEPADA ALLAH (Part 1)
مَسْئَلَةٌ إِذَا قِيْلَ لَكَ:
كَيْفَ تُؤْمِنُ بِاللهِ؟
فَالْجَوَابُ إِنَّ اللهَ تَعَالَى أَحَدٌ حَيٌّ عَالِمٌ قَادِرٌ مُرِيْدٌ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ مُتَكَلِّمٌ بَاقٍ خَلَّاقٌ رَزَّاقٌ رَبٌّ وَ مَالِكٌ بِلَا شَرِيْكٍ وَ لَا ضِدٌّ وَ لَا نِدٌّ.
Soal: “Apabila ditanyakan kepada engkau: “Bagaiman cara Engkau berĪmān kepada Allah?”.”
Jawab : “Cara īmān kepada Allah adalah meyakini bahwa Allah s.w.t. Maha Esa, Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Bicara, Maha Kekal, Maha Mencipta, Maha Memberi rezeki, Dia adalah Tuhan dan Penguasa tanpa sekutu dan tanpa ada penentang.”
Penjelasan :
Allah Maha Esa (Aḥad), artinya Allah itu esa dalam sifat, tidak ada sesuatu selain-Nya yang memiliki sifat seperti sifat-sifatNya. Dan Allah itu esa dalam dzāt-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah Maha Hidup (Ḥayyun), artinya Allah itu Maha Hidup sejak dahulu (Qadīm) dengan sendiri-Nya tanpa rūḥ.
Allah Maha Mengetahui (‘Ālimun), artinya Allah itu mengetahui dengan pengetahuan yang qadīm dan dengan dzāt-Nya sendiri tanpa perantara apapun terhadap segala sesuatu yang mencakup hal yang wājib, jā’iz dan mustaḥīl.
Allah Maha Kuasa (Qadīr), artinya Allah itu kuasa atas segala sesuatu dengan kekuasaan yang qadīm dan dengan dzāt-Nya sendiri, tanpa menggunakan perantara dan tidak mengalami kelemahan sedikitpun. Kekuasaan (Qudrat) Allah s.w.t, itu berhubungan dengan hal-hal yang mungkin (mumkināt).
Allah Maha Berkehendak (Murīd), artinya Allah Berkehendak terhadap apa saja yang mungkin dengan kehendak yang qadīm bebas dengan dzāt-Nya sendiri. Kehendak Allah s.w.t. itu berhubungan dengan hal-hal yang mungkin (mumkināt).
Allah Maha Mendengar (Samī‘), artinya Allah itu mengerti segala sesuatu yang didengar pendengaran yang qadīm dan dengan sendirinya secara langsung tanpa perantaraan.
Allah Maha Melihat (Bashīr), artinya Allah mengerti segala hal yang dilihat dengan melihatnya yang qadīm secara langsung dengan dzāt-Nya tanpa perantaraan.
Allah Maha Berkata (Mutakallim), artinya Allah pasti dapat bertutur kata dengan kalām-Nya yang qadīm dan kekal, dengan dzāt-Nya sendiri. Pembicaraan Allah tanpa huruf dan tanpa suara.
Jadi ucapan Allah tidak diketahui sifat tidak ada dan tidak kedatangan sifat tidak ada.
Pembicaraan Allah itu ada yang berhubungan dengan perkara yang wajib wujudnya, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّنِيْ أَنَا اللهُ لَا إِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِيْ. (طه: 14)
“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Thāhā: 14).
Kalām Allah berhubungan dengan hal-hal yang mustaḥīl, sebagaimana firman-Nya:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلَاثَة. (المائدة: 73)
“Sungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga.” (QS. al-Mā’idah: 73).
Kalām Allah berhubungan dengan hal-hal yang jā’iz, sebagaimana firman-Nya:
وَ اللهُ خَلَقَكُمْ وَ مَا تَعْمَلُوْنَ. (الصافات: 96)
“Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. ash-Shāffāt: 96).
Menurut pendapat yang paling tepat dan benar adalah maksud madlūl (kata-kata) yang kita baca semua itu kaitan kalām pribadi yang qadīm, seperti yang dikemukakan oleh Imām Ibnu Qāsim dan itulah yang disepakati oleh semua ulama muta’akhkhirīn.
والله أعلم بالصّواب
________
🎬 Bersambung..
Insyaa Allah akan dilanjutkan kembali pada bahasan kajian Kitab Qathrul Ghaits berikutnya..
===================
الكتاب : قطر الغيث في شرح مسائل أبي الليث
المؤلف: الشيخ محمد نووي بن عمر الجاوي البنتني
Qathrul Ghaits fi Syarhi Masail Abil Laits
Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar Al Jawi Al Bantani
Kajian HC, HCM, ODOAH
ĪMĀN KEPADA ALLAH (Part 1)
مَسْئَلَةٌ إِذَا قِيْلَ لَكَ:
كَيْفَ تُؤْمِنُ بِاللهِ؟
فَالْجَوَابُ إِنَّ اللهَ تَعَالَى أَحَدٌ حَيٌّ عَالِمٌ قَادِرٌ مُرِيْدٌ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ مُتَكَلِّمٌ بَاقٍ خَلَّاقٌ رَزَّاقٌ رَبٌّ وَ مَالِكٌ بِلَا شَرِيْكٍ وَ لَا ضِدٌّ وَ لَا نِدٌّ.
Soal: “Apabila ditanyakan kepada engkau: “Bagaiman cara Engkau berĪmān kepada Allah?”.”
Jawab : “Cara īmān kepada Allah adalah meyakini bahwa Allah s.w.t. Maha Esa, Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Bicara, Maha Kekal, Maha Mencipta, Maha Memberi rezeki, Dia adalah Tuhan dan Penguasa tanpa sekutu dan tanpa ada penentang.”
Penjelasan :
Allah Maha Esa (Aḥad), artinya Allah itu esa dalam sifat, tidak ada sesuatu selain-Nya yang memiliki sifat seperti sifat-sifatNya. Dan Allah itu esa dalam dzāt-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah Maha Hidup (Ḥayyun), artinya Allah itu Maha Hidup sejak dahulu (Qadīm) dengan sendiri-Nya tanpa rūḥ.
Allah Maha Mengetahui (‘Ālimun), artinya Allah itu mengetahui dengan pengetahuan yang qadīm dan dengan dzāt-Nya sendiri tanpa perantara apapun terhadap segala sesuatu yang mencakup hal yang wājib, jā’iz dan mustaḥīl.
Allah Maha Kuasa (Qadīr), artinya Allah itu kuasa atas segala sesuatu dengan kekuasaan yang qadīm dan dengan dzāt-Nya sendiri, tanpa menggunakan perantara dan tidak mengalami kelemahan sedikitpun. Kekuasaan (Qudrat) Allah s.w.t, itu berhubungan dengan hal-hal yang mungkin (mumkināt).
Allah Maha Berkehendak (Murīd), artinya Allah Berkehendak terhadap apa saja yang mungkin dengan kehendak yang qadīm bebas dengan dzāt-Nya sendiri. Kehendak Allah s.w.t. itu berhubungan dengan hal-hal yang mungkin (mumkināt).
Allah Maha Mendengar (Samī‘), artinya Allah itu mengerti segala sesuatu yang didengar pendengaran yang qadīm dan dengan sendirinya secara langsung tanpa perantaraan.
Allah Maha Melihat (Bashīr), artinya Allah mengerti segala hal yang dilihat dengan melihatnya yang qadīm secara langsung dengan dzāt-Nya tanpa perantaraan.
Allah Maha Berkata (Mutakallim), artinya Allah pasti dapat bertutur kata dengan kalām-Nya yang qadīm dan kekal, dengan dzāt-Nya sendiri. Pembicaraan Allah tanpa huruf dan tanpa suara.
Jadi ucapan Allah tidak diketahui sifat tidak ada dan tidak kedatangan sifat tidak ada.
Pembicaraan Allah itu ada yang berhubungan dengan perkara yang wajib wujudnya, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّنِيْ أَنَا اللهُ لَا إِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِيْ. (طه: 14)
“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Thāhā: 14).
Kalām Allah berhubungan dengan hal-hal yang mustaḥīl, sebagaimana firman-Nya:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَالُوْا إِنَّ اللهَ ثَالِثُ ثَلَاثَة. (المائدة: 73)
“Sungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga.” (QS. al-Mā’idah: 73).
Kalām Allah berhubungan dengan hal-hal yang jā’iz, sebagaimana firman-Nya:
وَ اللهُ خَلَقَكُمْ وَ مَا تَعْمَلُوْنَ. (الصافات: 96)
“Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. ash-Shāffāt: 96).
Menurut pendapat yang paling tepat dan benar adalah maksud madlūl (kata-kata) yang kita baca semua itu kaitan kalām pribadi yang qadīm, seperti yang dikemukakan oleh Imām Ibnu Qāsim dan itulah yang disepakati oleh semua ulama muta’akhkhirīn.
والله أعلم بالصّواب
________
🎬 Bersambung..
Insyaa Allah akan dilanjutkan kembali pada bahasan kajian Kitab Qathrul Ghaits berikutnya..
===================
الكتاب : قطر الغيث في شرح مسائل أبي الليث
المؤلف: الشيخ محمد نووي بن عمر الجاوي البنتني
Qathrul Ghaits fi Syarhi Masail Abil Laits
Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar Al Jawi Al Bantani
Kajian HC, HCM, ODOAH
Post a Comment