Shalat Berjamaah Sah Meskipun Jarak Imam dan Makmum Berjauhan Selama Masih Berada Dalam 1 Masjid

Shalat berjamaah yang dilaksanakan di dalam masjid, sah selama makmum mengetahui perpindahan gerakan imam dari satu pekerjaan shalat kepada pekerjaan lainnya. Baik dengan melihat ataupun dengan mendengar. Atau dengan cara melihat imam langsung atau melihat gerakan makmum lain atau mendengar suara imam atau mendengar suara muballigh (orang yang menyambungkan suara imam agar terdengar oleh jamaah yang posisinya jauh dari Imam). Shalat berjamaah sah sekalipun jarak imam dan makmum lebih dari tiga ratus hasta.

Di dalam kitab Minhaj al-Qawim disebutkan Sah shalat berjamaah jika mereka berdua (Imam dan Makmum) berada di dalam satu masjid atau beberapa masjid, yang pintu-pintunya terbuka atau jika ditutup tidak dikunci mati (dipaku). Atau masing-masing masjid berjamaah dengan adanya seorang imam, muadzin dan jamaah khusus, tetap sah shalat berjamaah mereka, meskipun jarak mereka berjauhan, misalnya jarak dintara mereka lebih dari tiga ratus hasta.

Di dalam kitab Nihayah al-Zain disebutkan jika imam dan makmum berada di dalam satu masjid yang sama, sah shalat berjamaah, sekalipun jarak saf mereka jauh, bahkan lebih dari tiga ratus hasta.

Berdasarkan pandangan para ulama Mazhab Syafi'i, sebagai amalan masyarakat rumpun Melayu, tetap sah hukumnya shalat jamaah yang dilakukan di dalam satu tempat yang sama (masjid, mushalla, aula, lain-lain), meskipun jarak mereka berjauhan. Hal ini sering juga kita temukan pada kebanyakan jamaah di Masjidil Haram dan masjid Nabawi, terutama mereka yang masbuk dn shalat di halaman, jalan-jalan menuju masjid, pelataran hotel dan mall yang menyambung ke halaman masjid.

Maka shalat yang dilakukan oleh sebagian jamaah di saat wabah Virus Corona mewabah dengan membuat jarak antara satu orang jamaah dengan yang lain sejauh satu meter atau kurang dari itu, adalah boleh dan sah shalat berjamaah mereka menurut semua mazhab Fiqh, selain mazhab Zhahiriyah.

Meluruskan dan Merapatkan Saf Adalah Kesempurnaan Shalat Berjamaah

Di dalam Fathul Bari, al-Hafizh Imam Ibnu Hajar menyebutkan pandangan ulama mengenai hukum meluruskan dan merapatkan saf. Mayoritas ulama menilai hukumnya sunnah dan ini merupakan pendapat ijma'. Namun ketika tidak dilaksanakan, fadhilah shalat berjamaah akan hilang, artinya kelebihan dua puluh lima atau dua puluh tujuh derata, tidak didapatkan.

Imam Ibnu Hazam dari mazhab Zhahiriyah memandangnya berbeda, menurutnya hukumnya wajib,  karena Sayyiduna Umar bin Khattab dan Sayyiduna Bilal bin Rabah memukul kaki orang yang tidak meluruskan saf. Kalau itu sunnah, tidak boleh mengedepankan sunnah dengan menyakiti orang lain ditambah lagi dengan ancaman berat yang diantaranya adalah sebagai sebab perpecahan hati. Pendapat wajibnya merapatkan saf ini dipilih juga oleh beberapa ulama hadis.

Anjuran Merapatkan Bahu dan Tumit dalam Shalat Berjamaah
Nabi bersabda: "Luruskanlah saf shalat. Saf yang kalian buat sama seperti saf malaikat. Rapatkan jarak antara bahu-bahu kalian, tutupilah celah-celah yang kosong, berlaku lembutlah dalam mengikuti arahan tangan saudara kalian (dengan memberikan jalan untuk mereka mengisi saf yang kosong), jangan tinggalkan celah yang kosong untuk diisi oleh setan. Orang yang menyambungkan saf (sehingga tidak ada celah kosong diantara saf), Allah akan menyambungkannya dengan rahmatNya dan orang yang memutuskan saf (membiarkan saf terputus), Allah akan memutuskannya dengan rahmatNya". Hadis Riwayat Imam Ahmad di dalm Kitab al-Musnad nomor 5724 berasal dari riwayat sahabat Ibnu Umar dan kedudukannya sahih.

Dalam hadis Nabi yang lain dijelaskan: rapatkan saf kalian, dekatkanlah satu saf dengan saf di belakangnya (jangan terpisah jauh), rapatkan leher-leher kalian (dengan merapatkan bahu), demi jiwaku yang berada dalam kuasaNya, sesungguhnya aku dapat melihat setan memasuki celah-celah kosong diantara saf, seperti seekor anak kambing berbulu hitam. Hadis riwayat Imam Abu Dawud nomor 667 berasal dari riwayat sahabat Anas bin Malik dan kedudukannya sahih.

Merapatkan bahu dan tumit dalam shalat berjamaah bermakna merapatkan saf, maksudnya adalah merapatkannya sehingga seukuran anak kambing tidak bisa masuk diantara celah saf, sebagian mengatakan bahwa jaraknya kurang dari sejengkal orang dewasa. Namun tidak mesti terlalu berlebihan dalam merapatkan saf seperti yang banyak dilakukan oleh kebanyakan orang-orang tidak berilmu hari ini.

Syaikh Sholih Fauzan di dalam kitab Minhatul 'Allam mengatakan: adapun menempelkan tumit dengan tumit sebagaimana dilakukan sebagian orang justru mengganggu orang lain, menyibukkan diri melakukan hal tidak penting dan membuat perasaan orang lain tidak enak, itu terlalu sibuk dan menyibukkan orang lain yag tidak disyariatkan, banyak bergerak, setiap kembali dari sujud selalu memperhatikan hanya hal itu (saf rapat), membuat orang lain tidak nyaman karena tumitnya yang dipaksakan menempel. Perbuatan ini justru memperluas celah (renggang) ketika sujud.

Ini juga mengambil posisi tempat tumit orang lain yang tidak dibenarkan. Perkara yang mereka lakukan ini tidak ada dalilnya, tidak sama dengan maksud hadis riwayat sahabat Anas bin Malik "salah seorang diantara kami menempelkan bahunya dengan bahu orang disebelahnya begitu juga tumitnya". Begitu juga dengan hadis riwayat sahabat Nu'man bin Basyir "aku melihat seseorang menempel kan tumitnya dengan tumit orang di sebelahnya, lututnya dengan lutut orang disebelahnya, kaki dengan kaki orang disebelahnya". Karena yang dimaksudkan oleh semua hadis, seperti yang dikatakan oleh al-Hafizh, adalah meluruskan saf dengan sungguh-sungguh dan menutupi celah dengan jarak yang rapat. Alsannya, mustahil lutut rapat dengan lutut, dan merapatkan bahu dengan bahu terlalu memaksakan, begitu juga kaki dengan kaki.

Ucapan Syeikh Sholih Fauzan ini sangat jelas mengingkari perbuatan sebagian orang yang mengangkangkan dan membuka kakinya dengan lebar, mengejar kaki orang yang shalat di kanan dan kirinya.

Imam Bukhari menilai bahwa merapatkan bahu dengan bahu dan rumit dengan tumit sehingga saf betul-betul rapat adalah cara paling baik. Dalam kitab al-Jami' al-Sahih, Imam Bukhari membuat salah satu bab dengan judul "Bab menempelkan bahu dengan bahu dan kaki dengan kaki dalam saf shalat". Lalu beliau menyebutkan hadis riwayat sahabat Anas bin Malik dan sahabat Nu'man bin Basyir diatas.

Sebagian ulama menilai, sempurna nya merapatkan saf ada tiga keadaan; Menempelkan bagian luar tepi tumit dengan tepi tumit orang di sebelahnya, menempelkan bahu dengan bahu, dan merapatkan posisi berdiri. Cara menempelkan bahu dan tepi tumit adalah yang paling sempurna setelahnya merapatkan salah satu antara tumit dan bahu dan terakhir sekedar merapatkan posisi berdiri.

_________
Sumber : Ustadz Alnof Dinar

Post a Comment

Previous Post Next Post