Lima Unsur Dasar pada Sebuah Hadits

Secara umum, sebuah riwayat dapat dikatakan sebagai hadits manakala ia melengkapi setidaknya lima unsur penting berikut, yaitu rawi, sanad, mukharrij, shiyaghul ada’ dan matan hadits.

  1. Rawi adalah penyambung yang menyampaikan hadits dari Nabi Muhammad SAW yang terdiri atas sahabat, tabi‘in, tabi‘t tabi‘in, dan seterusnya. 
  2. Sanad adalah silsilah atau kumpulan rawi dari sahabat hingga orang terakhir yang meriwayatkannya.
  3. Mukharrij adalah rawi terakhir yang menuliskan riwayat yang ia dapat dalam sebuah catatan/karya pribadinya.
  4. Shiyaghul ada’ adalah redaksi yang dipakai oleh seorang rawi dalam meriwayatkan sebuah hadits.
  5. Sedangkan matan adalah redaksi dari riwayat yang disampaikan oleh masing-masing rawi.
Lima Unsur Dasar pada Sebuah Hadits

Kelima unsur tersebut pada tahapan selanjutnya mempunyai kajian-kajian khusus yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari riwayat itu sendiri. Untuk memudahkan pembaca, istilah-istilah tersebut boleh dilihat pada contoh hadits riwayat Imam Al-Bukhari berikut ini:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.

“Imam Al-Bukhari berkata, ‘Musaddad telah bercerita kepada kami, ia berkata, ‘Yahya telah bercerita kepada kami, dari Syu’bah, dari Qatadah, dari Anas RA, dari Nabi Muhammad SAW.’ Dari Husain Al-Mu’allim, ia berkata, ‘Qatadah telah bercerita kepada kami, dari Anas, dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, ‘Tidak sempurna iman salah seorang kalian sehingga ia mencintai saudaranya sama seperti ia mencintai dirinya sendiri.’’


 Nama-nama seperti Musaddad, Yahya, Syu’bah, Qatadah, Husain Al-Mu’allim, dan Anas disebut dengan rawi atau hadits. Kumpulan silsilah atau rangkaian nama-nama rawi dari Musaddad hingga kepada Anas bin Malik disebut dengan sanad. Sanad inilah nantinya yang akan menentukan kualiti dari hadits ini apakah sahih, hasan, atau dhaif. Imam Al-Bukhari dalam hadits ini berstatus sebagai mukharrij atau rawi terakhir yang membukukan hadits ini dalam kitabnya sendiri yaitu Kitab Shahihul Bukhari. Nama-nama lain yang juga berstatus sebagai mukharrij dalam dunia hadits adalah Imam Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Anl-Nasa’i, Ibnu Majah, dan imam-imam ahli hadits lainnya. Adapun yang masuk kategori shiyaghul ada’ dalam hadits di atas adalah lafadz-lafadz seperti haddatsana, ‘an, qala, dan lain-lain. Redaksi-redaksi ini nantinya akan mempengaruhi kualitas sebuah sanad, khususnya dalam hal apakah sanad tersebut bersambung sampai kepada Nabi atau terputus.

Sanad adalah rantai perawi yang bersambung hingga nash hadits {matan atau pengucapnya}. Nama lain sanad adalah isnad. Tidak ada satu pun umat terdahulu yang memiliki isnad selain Islam. Ini anugrah terbesar umat Islam. Kalau tak da sanad, semua orang bebas berbicara tanpa boleh diketahui kesahihannya nukilan itu benar dari pengucapnya. Untuk itu Ibnul Mubarak {Wafat. 181 H} berkata:

الْإِسْنَادُ مِنَ الدِّينِ، وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ


“Isnad sebahagian dari agama. Andai tidak ada isnad tentu setiap orang berbicara sesuai kehendaknya.” (Muqaddimah Shahîh Muslim I/15)
Muhammad bin Sirin (w. 110 H) berkata:

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

“Ilmu ini (hadits) adalah agama, maka perhatikanlah kepada siapa kalian mengambil agama kalian.” (Muqaddimah Shahîh Muslim I/14)

Pada zaman Shahabat belum muncul fitnah kecuali di akhir mereka, sehingga apabila ada orang yang menyampaikan kabar diminta menyebutkan isnadnya. Muhammad bin Sirin berkata:

لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ، قَالُوا: سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ


“Dulu orang-orang tidak meminta isnad, tetapi setelah terjadi fitnah, mereka berkata, ‘Sebutkan nama-nama perawi kalian kepada kami.’ Jika dari Ahli Sunnah maka haditsnya diambil dan jika dari ahli bid’ah haditsnya tidak diambil.” (Muqaddimah Shahîh Muslim I/15)

Akhirnya dengan isnad ini, seorang Muslim boleh beragama dengan yakin dan benar saat mengambil isnad yang shahih dari Ahli Sunnah.

Post a Comment

Previous Post Next Post