Hadits Shahih Pasti Madzhabku

Hadits Shahih Pasti Madzhabku

Dalam sebuah diskusi di Denpasar, ketika membicarakan pendapat al-Imam al- Syafi’i tentang bid’ah, di mana beliau membagi bid’ah menjadi dua, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, Ustadz Husni Abadi, seorang tokoh Wahhabi menggugat kepada kami: “Kita harus mengikuti hadits shahih. Bukan mengikuti ulama. Al-Imam al-Syafi’i sendiri berkata, “Idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku)”. Maksud pernyataan Ustadz Husni tersebut, hadits shahih menyatakan bahwa bid’ah itu tidak terbagi menjadi dua. Sementara pendapat al-Syafi’i yang  membagi bid’ah menjadi dua bertentangan dengan hadits shahih tersebut. Oleh karena itu, sesuai dengan pesan al-Syafi’i sendiri yang mengatakan, “apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku”, Husni mengajak kami  meninggalkan pembagian bid’ah menjadi dua dan mengikuti pendapat yangmengatakan bahwa bid’ah itu tidak terbagi-bagi. Tentu saja asumsi Ustadz Husni tersebut tidak dapat dibenarkan. Tidak ada  korelasi antara pernyataan al-Imam al-Syafi’i di atas dengan pendapat beliau yang membagi bid’ah menjadi dua.

Para ulama menjelaskan, bahwa maksud perkataan al-Imam al-Syafi’i, “Idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku)”, adalah bahwa apabila ada suatu hadits bertentangan dengan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i, sedangkan al-Syafi’i tidak tahu terhadap hadits tersebut, maka dapat diasumsikan, bahwa kita harus mengikuti hadits tersebut, dan meninggalkan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i. Akan tetapi apabila hadits tersebut telah diketahui oleh al-Imam al-Syafi’i, sementara hasil ijtihad beliau berbeda dengan hadits tersebut, maka sudah barang tentu hadits tersebut
memang bukan madzhab beliau. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam al- Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 1/64.

Oleh karena demikian, para ulama menyalahkan al-Imam al-Hafizh Ibn al-Jarud, seorang ulama ahli hadits bermadzhab al-Syafi’i, di mana setiap ia menemukan hadits shahih bertentangan dengan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i, Ibn al-Jarud langsung mengklaim bahwa hadits tersebut sebenarnya madzhab al-Syafi’i, berdasarkan pesan al-Syafi’i di atas, tanpa meneliti bahwa hadits tersebut telah diketahui atau belum oleh al-Imam al-Syafi’i. Al-Imam al-Hafizh Ibn Khuzaimah al-Naisaburi, seorang ulama salaf yang menyandang gelar Imam al-Aimmah  (penghulu para imam) dan penyusun kitab Shahih Ibn Khuzaimah, ketikaditanya, apakah ada hadits yang belum diketahui oleh al-Syafi’i dalam ijtihad  beliau? Ibn Khuzaimah menjawab, “Tidak ada”. Hal tersebut seperti diriwayatkanoleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitabnya yang sangat populer al-Bidayah wa al- Nihayah (juz 10, hal. 253).

_______________________________
Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi
KH. Muhammad Idrus Ramli

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post