Cara Bershalawat
Bershalawat dapat dilafalkan dengan dengan banyak redaksi. Ini
sebagaimana terdapat dalam Hadis-hadis Nabi Saw saat ditanya mengenai
cara bershalawat kepadanya. Lalu Nabi Saw menjawab dengan redaksi yang
beragam. Keragaman redaksi tersebut bisa jadi bersumber dari Nabi Saw
sendiri, atau riwayat bi al-ma‘ná. Kenyataan tersebut
mengindikasikan satu hal yang sangat penting dalam mengamalkan shalawat,
yaitu ketentuan redaksi shalawat. Kesahihan Hadis shalawat yang beragam
ini menunjukkan bahwa Nabi Saw tidak membatasi cara bershalawat dengan
redaksi tertentu. Selain itu, sebagian besar sahabat dan tābi‘īn tidak
mempermasalahkan riwayat bi al-ma‘ná, artinya redaksi shalawat tidak mesti persis dengan redaksi yang bersumber dari Nabi Saw.
Atas dasar pemikiran inilah para ulama selalu menulis dan membaca
Shalawat dengan redaksi yang beragam. Imam al-Syafi‘i, misalnya, menulis
Shalawat dengan redaksi allahumma shalli ‘alá Muhammad kullama dzakaraka al-dzakirun wa ghafala ‘an dzikrika al-ghafilun.
Kalimat ini dianggap sebagai salah satu redaksi shalawat terbaik
menurut Imam al-Marwazi, meskipun Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa Imam
al-Syafi‘i adalah orang pertama yang mempopulerkannya. Bahkan, lebih
dari itu, Imam al-Jazuli mengompilasi hampir semua redaksi Shalawat yang
pernah ada sampai abad kesembilan Hijriah dalam kitabnya Dala’il al-Khayrat. Pengijazahan kitab ini masih berlangsung sampai saat ini.
Akan tetapi, pengamalan Shalawat dengan berbagai ragam redaksi tersebut tidaklah memerlukan ijazah
dari ulama. Ini dikarenakan perintah shalawat bersifat umum di dalam
al-Qur’an. Dalam hal ini, Sayyid Muḥammad al-‘Alawi al-Maliki menegaskan
bahwa pengamalan suatu shalawat tidak memerlukan ijazah karena
Allah telah memerintahkannya di dalam al-Qur’an secara umum. Walaupun
berkata demikian, Sayyid Muḥammad al-‘Alawi tetap memberi ijazah kitab zikir dan shalawat, seperti kitab Syawariq al-Anwar dan Dala’il al-Khayrat. Ini dikarenakan ijazah shalawat sangat bermanfaat untuk memotivasi seorang murid untuk mengamalkannya sebanyak mungkin.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bershalawat merupakan amalan
utama yang dapat menghubungkan ruhani seorang mukmin dengan Nabi Saw
yang selalu dirindukan. Baik ulama ahli hadis maupun tasawuf sama-sama
menjadikan shalawat sebagai amalan utama mereka sebagai jalan menuju
keridaan Allah dan melepas kerinduan kepada Rasulullah. Allahum shalli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad.
_____________
DR. Arrazy Hasyim., MA
Sumber: https://bit.ly/2RB1p2t
Post a Comment