#KajianIhya bagian ke-4
HADIS-HADIS DALAM KITAB IHYA' DAN KAJIAN PARA ULAMA TERHADAPANYA
Berbeda dengan kitab-kitabnya yang lain, Imam al-Ghazālī sangat banyak menukil Hadis di dalam kitab Iḥyā. Hadis-hadis tersebut mencakup tema-tema penting, seperti aqidah, hukum, akhlaq, dan tasawuf. Oleh karena itu, tidak heran kitab ini bisa menarik perhatian para muḥaddits dalam melakukan kajian terhadap Hadis-hadis yang terdapat di dalamnya, baik dari ulama terdahulu maupun ulama kontemporer.
Apabila diperhatikan metode penukilan al-Ghazālī dalam kitab Iḥyā, maka dapat disimpulkan bahwa ia tidak pernah menyebutkan sanad Hadis walaupun hanya satu. Oleh karena itu, maka ada di antara para ulama setelahnya yang berusaha mentakhrij Hadis-hadis tersebut. Ada juga yang memberikan syarah sekaligus takhrij. Namun, tak kalah pentingnya ada juga yang hanya memberikan kritikan.
Adapun ilmuwan yang hanya mengkhususkan diri dalam mentakhrijnya adalah Imam al-Ḥāfizh Zayn al-Dīn al-Irāqī. Imam al-Irāqī menulis kitab khusus yang berjudul "al-Mughnī fī Ḥaml al-Asfār fi al-Asfār fī Takhrīj ma fi Iḥyā min al-Akhbār." Beberapa peneliti kontemporer menyebutkan dengan judul yang sedikit berbeda. Terlepas dari itu, al-Irāqī menjelaskan pada muqaddimah kitab tersebut sebagai berikut,
Jika Hadis yang terdapat di dalam Iḥyā ditemukan dalam Shahihayn atau salah satu dari keduanya, maka aku mencukupkan dengan menisbahkan kepadanya (tanpa menyebutkan periwayat lain). Jika tidak demikian, maka aku merujuk kepada kutub al-sittah setelahnya. Seandainya terdapat pada salah satu dari kutub al-sittah maka aku tidak menyebutkan kitab yang lain, kecuali dengan tujuan yang benar."
Menariknya, ketika Imam al-Irāqī tidak menemukan matan Hadis yang disebutkan al-Ghazālī, maka ia berusaha mengungkapkan lafaz yang mirip dengan matan tersebut. Oleh karena itu, ia terkadang menyebutkan, "Diriwayatkan oleh Imam si Fulan" maka bukan berarti lafaznya sama seutuhnya, namun memang kebanyakan lafaznya sama, tetapi terkadang lafaznya berbeda namun maknanya sama. Dengan cara tersebut, al-Irāqī tidak serta merta mengatakan Hadis tersebut mawdhū. Ketika ia tidak mendapatkan sumber Hadis tersebut, maka ia hanya menyebutkan "Aku tidak tahu sumbernya" —lā ashl lahu-.
Seandainya terdapat pengulangan satu Hadis yang sama pada satu bab maka al-Irāqī hanya mencukupkan dengan satu keterangan saja. Adakalanya ia menyebutkan kedua kalinya dengan mengatakan "qad taqaddam" (telah ditakhrij sebelumnya) dan terkadang tidak ia sebutkan kata-kata ini.
Selain itu, Hadis-hadis yang terdapat kitab al-Mughni fi Haml al-Asfar tersebut disusun kembali secara berurutan berdasarkan abjad hijāiyah oleh al-Muḥaddits kontemporer, yaitu Maḥmūd Saīd Mamdūḥ ketika berada di Mekkah. Ia menulisnya dalam kitab yang berjudul al-Isāf al-Mulhin fī bi Tartīb Āhādīts Iḥyā Ulūm al-Dīn.
Adapun ilmuwan yang memberikan syarah kitab Iḥyā sekaligus mentakhrij Hadis-hadisnya, seperti Imam al-Ḥāfizh al-Lughawī Murtadhá al-Zabīdī. Ia menulis kitab syarah yang berjudul Iiḥāf al-Sādat al-Muttaqīn bi Syarḥ Asrār Iḥyā Ulūm al-Dīn. Ia memberikan syarah secara global dan terperinci, serta pentakhrijan yang lebih sempurna daripada Imam al-Irāqī.
______________________________________________
Sumber : https://www.facebook.com/RibathNouraniyah/
>>>bersambung ke bagian 5<<<
HADIS-HADIS DALAM KITAB IHYA' DAN KAJIAN PARA ULAMA TERHADAPANYA
Berbeda dengan kitab-kitabnya yang lain, Imam al-Ghazālī sangat banyak menukil Hadis di dalam kitab Iḥyā. Hadis-hadis tersebut mencakup tema-tema penting, seperti aqidah, hukum, akhlaq, dan tasawuf. Oleh karena itu, tidak heran kitab ini bisa menarik perhatian para muḥaddits dalam melakukan kajian terhadap Hadis-hadis yang terdapat di dalamnya, baik dari ulama terdahulu maupun ulama kontemporer.
Apabila diperhatikan metode penukilan al-Ghazālī dalam kitab Iḥyā, maka dapat disimpulkan bahwa ia tidak pernah menyebutkan sanad Hadis walaupun hanya satu. Oleh karena itu, maka ada di antara para ulama setelahnya yang berusaha mentakhrij Hadis-hadis tersebut. Ada juga yang memberikan syarah sekaligus takhrij. Namun, tak kalah pentingnya ada juga yang hanya memberikan kritikan.
Adapun ilmuwan yang hanya mengkhususkan diri dalam mentakhrijnya adalah Imam al-Ḥāfizh Zayn al-Dīn al-Irāqī. Imam al-Irāqī menulis kitab khusus yang berjudul "al-Mughnī fī Ḥaml al-Asfār fi al-Asfār fī Takhrīj ma fi Iḥyā min al-Akhbār." Beberapa peneliti kontemporer menyebutkan dengan judul yang sedikit berbeda. Terlepas dari itu, al-Irāqī menjelaskan pada muqaddimah kitab tersebut sebagai berikut,
Jika Hadis yang terdapat di dalam Iḥyā ditemukan dalam Shahihayn atau salah satu dari keduanya, maka aku mencukupkan dengan menisbahkan kepadanya (tanpa menyebutkan periwayat lain). Jika tidak demikian, maka aku merujuk kepada kutub al-sittah setelahnya. Seandainya terdapat pada salah satu dari kutub al-sittah maka aku tidak menyebutkan kitab yang lain, kecuali dengan tujuan yang benar."
Menariknya, ketika Imam al-Irāqī tidak menemukan matan Hadis yang disebutkan al-Ghazālī, maka ia berusaha mengungkapkan lafaz yang mirip dengan matan tersebut. Oleh karena itu, ia terkadang menyebutkan, "Diriwayatkan oleh Imam si Fulan" maka bukan berarti lafaznya sama seutuhnya, namun memang kebanyakan lafaznya sama, tetapi terkadang lafaznya berbeda namun maknanya sama. Dengan cara tersebut, al-Irāqī tidak serta merta mengatakan Hadis tersebut mawdhū. Ketika ia tidak mendapatkan sumber Hadis tersebut, maka ia hanya menyebutkan "Aku tidak tahu sumbernya" —lā ashl lahu-.
Seandainya terdapat pengulangan satu Hadis yang sama pada satu bab maka al-Irāqī hanya mencukupkan dengan satu keterangan saja. Adakalanya ia menyebutkan kedua kalinya dengan mengatakan "qad taqaddam" (telah ditakhrij sebelumnya) dan terkadang tidak ia sebutkan kata-kata ini.
Selain itu, Hadis-hadis yang terdapat kitab al-Mughni fi Haml al-Asfar tersebut disusun kembali secara berurutan berdasarkan abjad hijāiyah oleh al-Muḥaddits kontemporer, yaitu Maḥmūd Saīd Mamdūḥ ketika berada di Mekkah. Ia menulisnya dalam kitab yang berjudul al-Isāf al-Mulhin fī bi Tartīb Āhādīts Iḥyā Ulūm al-Dīn.
Adapun ilmuwan yang memberikan syarah kitab Iḥyā sekaligus mentakhrij Hadis-hadisnya, seperti Imam al-Ḥāfizh al-Lughawī Murtadhá al-Zabīdī. Ia menulis kitab syarah yang berjudul Iiḥāf al-Sādat al-Muttaqīn bi Syarḥ Asrār Iḥyā Ulūm al-Dīn. Ia memberikan syarah secara global dan terperinci, serta pentakhrijan yang lebih sempurna daripada Imam al-Irāqī.
______________________________________________
Sumber : https://www.facebook.com/RibathNouraniyah/
>>>bersambung ke bagian 5<<<
Post a Comment