Tiga orang putra Minang yang sudah tinggal di makkah selama 10 tahun belajar Islam, terpengaruh paham Wahabi, pulang ke Sumbar. Mereka adalah Haji Miskin dari Pandai Sikek Padang Panjang, Haji Piobang dari Piobang Payakumbuh, dan Haji Sumanik dari Sumanik Batusangkar. Merekalah yang menyebar luaskan wahabi melalui majelis ta’lim, mengadakan fatwa tentang persoalan-persoalan yang ada disekitar masyarakat, dan sebagainya dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, mengembalikan kemurnian ajaran islam, memerangi segala bid’ah dan khurafat, serta melarang taklid kepada ulama-ulama madzhab.
Pada 1832 Imam Bonjol mengirim utusan ke Makkah untuk mengetahui sebenarnya paham Wahabi itu. Utusan itu kembali dengan kabar: kaum Wa…Wahabisme dan Dinasti Saud
Tiga orang putra Minang yang sudah tinggal di makkah selama 10 tahun belajar Islam, terpengaruh paham Wahabi, pulang ke Sumbar. Mereka adalah Haji Miskin dari Pandai Sikek Padang Panjang, Haji Piobang dari Piobang Payakumbuh, dan Haji Sumanik dari Sumanik Batusangkar. Merekalah yang menyebar luaskan wahabi melalui majelis ta’lim, mengadakan fatwa tentang persoalan-persoalan yang ada disekitar masyarakat, dan sebagainya dengan semboyan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, mengembalikan kemurnian ajaran islam, memerangi segala bid’ah dan khurafat, serta melarang taklid kepada ulama-ulama madzhab.
Pada 1832 Imam Bonjol mengirim utusan ke Makkah untuk mengetahui sebenarnya paham Wahabi itu. Utusan itu kembali dengan kabar: kaum Wahabi telah jatuh dan ajaran yang dibawa Haji Miskin dinyatakan tak sahih. Setelah itu Wahabi bubar di Minangkabau dengan sendirinya. Namun ongkos kerusakan adat dan korban kematian akibat kekejaman wahabi-kaum padri selama 30 tahun sangat tak terbilang
Jadi bagaimana sebenarnya Wahabi itu? Kita harus hati hati mendefinisikan Wahabi. Karena ada dua Wahabi. Satu, Wahhabiyah yang sudah ada sejak abad ke-2 H di Afrika Utara, dipelopori Abdul Wahhab bin Rustum. Nama sekte Wahhabiyah dikaitkan dengan namanya. Sebetulnya pendiri awalnya adalah Abdullah bin Wahb ar-Rasibi yang merupakan sekte Wahhabiyah Ibadhiyah yang berpaham Khawarij.
Kedua, pada abad ke-18 lahirlah paham Wahhabisme yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Jadi Wahhabisme pada abad 18 ini beda jauh dengan Wahabi pada Wahhabiyah yang didirikan oleh Abdul Wahhab bin Rustum. Perbedaan itu berkaitan dengan paham. Kalau Wahhabiyah pecahan dari Khawarij, sementara Wahhabisme mengikuti Alquran dan Sunah dengan manhaj (cara beragama) salafuna shalih berpemahaman para sahabat. Yang dimaksud adalah tiga generasi Islam permulaan (generasi Rasulullah SAW dengan para sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabi’in) itulah yang kerap disebut as-Salafus Shalih.
Namun dalam perkembangannya ternyata Wahabi dipengaruhi oleh gerakan Politik inggris yang ingin melemahkan wilayah di bawah kekuasaan Dinasti Turki Ottoman, terutam jazirah Arab. Caranya yaitu merusak prinsip islam rahmatan lilalamin. Wahabi menjadi sangat anti-tradisi, menolak tahlil, maulid Nabi Saw, barzanji, manaqib, dan sebagainya. Memandang orang-orang di luar Wahabi sebagai orang kafir dan keluar dari Islam. Mereka merasa dirinya sebagai orang yang paling benar, paling muslim, paling saleh, paling mukmin dan juga paling sahis. Paham Wahabi seperti inilah yang menginspirasi lahirnya kaum Padri dan perang selama 30 tahun terhadap kerajaan Pagaruyung.
Muhammad Ibn Abdul Wahab. Ayahnya, Abdul Wahab, adalah seorang hakim Uyainah pengikut Ahmad Ibn Hanbal. Ibnu Abd Wahab sendiri lahir pada tahun 1703 M/1115 H di Uyainah, masuk daerah Najd yang menjadi belahan Timur kerajaan Saudi Arabia sekarang. Dalam perjalanan sejarahnya, Abdul Wahab, sang ayah harus diberhentikan dari jabatan hakim dan dikeluarkan dari Uyainah pada tahun 1726 M/1139 H karena ulah sang anak yang aneh dan membahayakan tersebut. Kakak kandungnya, Sulaiman bin Abd Wahab mengkritik dan menolak secara panjang lebar tentang pemikiran adik kandungnya tersebut (as-sawaiq al-ilahiyah fi ar-rad al-wahabiyah).
Pada tahun 1818 Wahhabisme dihancurkan oleh Ibrahim Pasya, seorang jendral Kwedwi Mesir dibawah kekuasaan Kesultanan Turki. Abdullah al-Saud sebagai Imam Wahabi dieksekusi mati di Turki. Keadaan ini menimbulkan kemaraham pengikutnya yang ada di Arab. Inggris yang mempunyai koloni di Bahrain pada tahun 1820 memanfaatkan kemarahan sebagai sarana memperluas kolonialisasinya di wilayah Arab. Keluarga Abdullah al-Saud meminta bantuan kepada Inggris. Pada tahun 1843, Imam Wahabi Faisal Ibn Turki al-Saud melarikan diri dari tahanan di Kairo dan kembali ke kota Najdi di Riyadh. Imam Faisal kemudian mulai menjalin kontak dengan Inggris. Pada tahun 1848 ia "memohon" kepada Residen Politik Inggris di kota Bushire, Persia "untuk mendukuwng perwakilannya di Trucial Oman".
Pada tahun 1851 Faisal kembali melamar ke Inggris untuk mendapatkan bantuan dan dukungan. Akibatnya, Inggris mengirim Kolonel Lewis Pelly pada tahun 1865 ke Riyadh untuk membuat perjanjian resmi Inggris dengan keluarga Saud. Untuk mengesankan Pelly, Imam Faisal mengatakan bahwa perbedaan utama dalam strategi Wahhabi antara perang politik dan agama adalah bahwa dalam perang agama tidak akan ada kompromi, karena “kami membunuh semua orang”. Pada tahun 1866, keluarga Saud menandatangani perjanjian "persahabatan" dengan Inggris.
Pada tahun 1891, al-Rasheed yang didukung Turki menyerang Riyadh dan menghancurkan klan Saudi-Wahhabi. Namun, beberapa anggota keluarga Saud berhasil melarikan diri; di antara mereka adalah Imam Abdul-Rahman al-Saud dan Abdulaziz. Keduanya melarikan diri ke Kuwait mencari perlindungan dan bantuan Inggris. Namun Abdul-Rahman yang sudah tua dan sakit terpaksa mendelegasikan kepemimpinan Wahhabi klan Saud kepada putranya Abdulaziz, yang kemudian menjadi Imam Wahhabi yang baru.
Karena strategi kolonial Inggris di Jazirah Arab pada awal abad ke-20 mengarah pada penghancuran akhir dan total Kekaisaran Ottoman Muslim dan sekutunya di Najd, klan al-Rasheed, Inggris memutuskan untuk segera mendukung Imam Wahhabi yang baru. Abdulaziz. Dibentengi dengan dukungan Inggris, uang, dan senjata, Imam Wahabi yang baru pada tahun 1902 mampu merebut Riyadh. Pengikut Wahhabi membakar lebih 1.200 orang sampai mati. Membunuh siapa saja terkait dengan keturunan keluarga Rasul, Muhammad. Abdulaziz mampu secara bertahap menaklukkan sebagian besar Semenanjung Arab dengan cara yang kejam di bawah panji Wahhabisme. Kekejaman itu juga dilakukan oleh kaum Padri ketika bertempur dengan kaum adat di Sumatera.
Tahun 1932 berdirilah kerajaan Saudi yang didasarkan "cita-cita Wahabi". Selama 30 tahun pembentukan Arab Saudi (1902-32), para radikalis Saudi-Wahabi secara brutal membunuh dan melukai lebih dari 400.000 orang Arab di seluruh Jazirah Arab; dan melakukan lebih dari 40.000 eksekusi publik dan 350.000 dipenggal kepalanya, Selain itu, teror Saudi-Wahhabi memaksa lebih dari satu juta penduduk Jazirah Arab mengungsi untuk hidup mereka ke bagian lain dunia Arab, tidak pernah kembali. Kini sejak 2018, KSA melakukan reformasi ekonomi dan politik. Sebagai prasyarat reformasi ekonomi adalah menghabisi paham Wahabi itu. Penangkapan ulama wahabi terus terjadi sampai sekarang.
Referensi
1)The House of Saud: The Rise and Rule of the Most Powerful Dynasty in the Arab World. by David Holden, Richard Johns
2)The Arabs and the West:The Contributions and the Inflictions. Paperback – October 10, 1999, by Abdullah Mohammad Sindi""Wallahu a'lam #
Post a Comment