Diterjemahkan oleh :
Zaenal Arifin Yahya
Pembahasan ke-164
فلو قضتها كره وتنعقد نفلا مطلقا لاثواب فيه على المعتمد وفارقت الصوم حيث يجب قضاؤه لأن الصلاة تتكرر كثيرا فيشق قضاؤها ولا كذلك الصوم فلا يشق قضاؤه وكذلك قالت عائشة رضي الله عنها كنا نؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة ( و ) ثانیها (الطواف) سواء كان في ضمن نسك أم لا لأنه لا يكون إلا في المسجد فإن قلت إذا كان دخول المسجد حراما فالطواف أولى فما الحاجة إلى ذكره قلت لئلا يتوهم أنه لما جاز لها الوقوف مع أنه أقوى أركان الحج فلأن يجوز لها الطواف أولى (و) ثالثها (مس المصحف) حتى حواشيه وما بين سطوره والورق البياض بينه وبين جلده في أوله وآخره المتصل به
Lalu jika dia meng-qodho-nya, maka dimakruhkan, dan sholat qodho-nya itu menjadi sholat sunnah mutlak, yang tidak ada ganjaran padanya, menurut pendapat mu'tamad [yang dljadikan pegangan]. Shalat berbeda dengan puasa, dimana wajib menq-qodho puasa, karena sesungguhnya sholat mesti terlakukan berulang kali dengan [terhitung] banyak, maka dinilai memberatkan [untuk] meng-qodho-nya, sedangkan puasa tidak seperti itu, maka tidaklah memberatkan meng-qodho puasa.
Dan karena itulah, telah berkata Sayyidatina 'Aisyah radiyallahu anha : "Kami [para wanita] diperintahkan untuk meng-qodho puasa, dan kami tidak diperintahkan untuk meng-qodho sholat".
(Dan) perkara kedua yang diharamkan adalah (thawaf)
Sama saja keadaan thowaf itu terdapat dalam muatan ibadah haji dan umroh, ataupun tidak, karena sesungguhnya thowaf tidak akan terwujud, kecuali di dalam masjid [AIHarom].
Lalu jika engkau berkata: “Apabila keadaan memasuki masjid sebagai perkara haram, maka thowaf lebih utama [lebih siharamkan], lalu apa perlunya kepada menuturkan perihal thowaf [sebagai perkara yang diharamkan dilakukan ketika [haidh]?”.
Maka aku [Imam Nawawie AlBantanie] berkata: “[Hal itu] agar supaya tidak disangka bahwasanya tatkala diperbolehkan wuquf bagi orang yang haidh. disertai bahwa wuquf merupakan inti dari rukun-rukun haji, maka pasti sesungguhnya pembolehan thowaf bagi orang yang haidh, adalah lebih utama (lebih diperbolehkan dalam anggapannya).
(Dan) perkara ketiga yang diharamkan adalah (memegang mushhaf), sekalipun [hanya memegang] pinggiran- pinggirannya dan bagian yang ada di antara baris-baris tulisan mushhaf dan kertas yang putih, di antara mushhaf dan kulitnya, di [sisi] permulaan tulisan dan penghujung tulisannya yang bersambungan dengannya.
Wallohu a'lam bishshowaab...
Post a Comment