Diterjemahkan oleh :
Zaenal Arifin Yahya
Pembahasan ke-163
السابع أن تكون القراءة نفلا بخلاف ما إذا كانت واجبة سواء داخل الصلاة كفاقد الطهورين فلا فرق بين أن يقصد القراءة وأن يطلق مثلا فلا تكون قرآنا عند الإطلاق لوجوب الصلاة عليه فلا يعتبر المانع وهو الجنابة أو خارجها كأن نذر أن يقرأ سورة يس مثلا فى وقت كذا فكان في ذلك الوقت جنبا فاقدا الطهورين فإنه يقرؤها وجوبا للضرورة لكن بقصد القراءة مطلقا ولا حرمة عليه
فليس ذلك كالفاتحة من كل وجه (ويحرم بالحيض) ومثله النفاس (عشرة اشیاء) أحدها (الصلاة أي من العامدة العالمة ولا تصح مطلقا أي ولو مع الجهل أو النسيان ولا يلزمها قضاؤها
[Syarat] yang ketujuh, keadaan membacanya itu sebagai perkara sunnah.
Berbeda halnya [tidak haram] apabila keadaannya sebagai perkara wajib, sama saja [membacanya] di dalam sholat, seperti orang yang tidak memiliki dua perkara suci mensucikan [air dan debu], maka tidak ada perbedaan antara ia bermaksud membacanya dan ia memutlakannya, umpamanya, maka keadaan pembacaannya itu sebagai AlQur'an, ketika dimutlakkan, karena adanya kewajiban sholat atas dirinya, maka tidak diperhitungkan perkara pencegah [dalam membaca AIQu'an] yaitu kondisi junub,
atau [membacanya] di luar sholat, seperti seseorang yang telah ber-nadzar akan membaca suroh Yasin, umpamanya di suatu waktu.
Lalu adalah dirinya di waktu itu berkondisi junub, lagi sebagai orang yang ketiadaan dua alat bersuci, maka sesungguhnya ia harus membaca suroh Yasin tersebut, secara wajib, karena darurat, akan tetapi dengan bermaksud [beniat] membaca, tidak secara mutlak, dan tidak ada keharaman baginya.
Maka hal itu [membaca karena ber-nadzar] tidaklah sama seperti membaca suroh Al-Fatihah dari keseluruhan sisi [bentuk persamaannya].
(Dan haram dengan sebab haidh) dan semisalnya, yaitu nifas, (10 perkara)
Perkara pertama yang diharamkan adalah (sholat), bagi orang yang sengaja lagi mengerti, dan sholatnya tidak sah secara mutlak, yakni walaupun disertai dengan ketidaktahuan dan kealpaan.
Dan tidak wajib baginya meng-qodho sholat tersebut.
Post a Comment