WAKAF SOLUSI BANGKITKAN PEREKONOMIAN ORANG MELAYU

Masyarakat Melayu terkenal dengan bentuk kesopanan dan kelembutan dalam menjaga adat dan agamanya. Masyarakat Melayu menitikberatkan sikap keterbukaan dan saling memberikan manfaat. Karakter khas inilah oleh Islam disebutkan oleh Hadits Nabi SAW khairunnas anfauhum linnas, Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain (HR Ahmad&Thabrani).


Maka dari itu, seorang mukmin ketika dia ada atau bahkan tiada, maka akan memberikan manfaat kepada orang-orang lain. Tentunya semua berkeinginan untuk menjadi orang terbaik, terpilih oleh Allah Subhanahu Wata’ala dengan kemampuan maksimal yang dimiliki dan berkontribusi kepada siapa saja yang membutuhkan.
Tentunya kalau masih 'ada' maka bisa langsung memberikan kontribusi terbaik, akan tetapi kalau sudah “tidak ada” bagaimana? Maka dari itu, Inilah yang menjadi rahasia hadits nabi tentang 3 amalan yang pahalanya akan mengalir terus sampai akhir: Sedekah Jariyah
(wakaf), Ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orang tua (HR Muslim).

Wakaf sebagai suatu instrumen lembaga ekonomi dan sosial, Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Wakaf merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi Islam yang integral dan merupakan inovasi tunggal milik konsep Islam. Kehidupan masyarakat yang cendrung memiliki gaya hidup yang sekuler yang melahirkan para borjuis, sudah barang tentu tidak akan menemukan sebuah konsep ekonomi yang murni sosial dalam tatanam ideologi manapun selain Islam. Namun realita wakaf di indonesia kurang mendapat perhatian dan pengelolaan yang serius, akibat konsep pemahaman yang terbelenggu oleh hanya satu mazhab. Hal ini, mengakibatkan wakaf kurang memberikan konstribusi kesejahteraan ekonomi.

Padahal, Jika memperhatikan sejarah perwakafan, terlihat bahwa wakaf yang pertama kali dilakukan oleh sahabat Umar bin Khattab atas petunjuk Nabi SAW. Sahabat Umar mewakafkan sebidang tanah di Khaibar yang manfaatnya ia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Namun demikian, wakaf yang berkembang saat ini lebih banyak untuk keperluan ibadah ritual dalam bentuk masjid dan mushalla.

Sedangkan wakaf untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat kurang populer. Bahkan, cenderung ada anggapan bahwa
wakaf dalam bidang non-masjid dan mushala kurang nilai kebaikannya.
Sebenarnya, jika ingin melirik dari sektor lain (tidak hanya dalam bentuk wakaf
bangunan), maka akan banyak potensi yang didapat. Sebagai ilustrasi saja jika 20 juta umat Islam Indonesia maumengumpulkan wakaf uang senilai Rp 100 ribu setiap bulan, maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24 triliun setiap tahun. Jika 50 juta orang yang berwakaf,maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp 60 triliun. Jika saja terdapat 1 juta umat
muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp 100.000 per bulan, maka akan diperoleh
pengumpulan dana wakaf sebesar Rp 100 miliar setiap bulannya (Rp 1,2 triliun per tahun).

Tentu hal ini akan memberikan dampak positif bagi yang membutuhkan, sehingga ummat merasa tercukupi kebutuhannya meskipun dalam kondisi wabah saat ini.
Dengan demikian, maka wajar kalau jumlah wakaf Islam banyak sekali dan menyebar di seluruh negara-negara berpenduduk mayoritas muslim yang dapat memacu angka pertumbuhan ekonomi.

Wakaf di kota-kota besar negara Islam banyak digunakan sebagai bangunan strategis dan pusat perdagangan.

Sebagai contoh di Mesir saja, wakaf tanah pertanian luasnya mencapai sepertiga dari
seluruh jumlah tanah pertanian pada awal abad ke-19. Begitu juga wakaf di perkotaan yang dibuat bangunan dan pusat perdagangan jumlahnya sangat banyak, di samping yang berbentuk wakaf langsung seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan rumah yatim piatu. Sehingga tidak
berlebihan sebagaian besar mahasiswa yang belajar di al azhar adalah mereka dari kontribusi wakaf. Fenomena perwakafan seperti di Mesir yang sangat produktif juga ada di beberapa negara Islam lain, sehingga dengan semakin bertambah waktu, semakin bertambah pula jumlah wakaf Islam.

Oleh karena itu, sebagai masyarakat Melayu yang sangat identik dengan orag yang taat dengan budaya timur dan agama Islam. Kesungguhan mereka mempelajari Islam dan mengamalkannya membuat masyarakat melayu dahulu dikenal dengan anak Siak atau urang Siak. Belajar agama mereka mengikut akidah ahlussunnah waljamaah, dalam ilmu fikih mengamalkan mazhab Syafi’i dan berpakian tasawuf.

Sebagai anak-anak yang hidup di masa ini kita yang hidup di negeri Melayu seharusnya menjaga warisan berharga para leluhur dan mengembalikan pola hidup berkarakter mulia.

Mari kepada ajaran asli orang Melayu yang ulet dan memiliki semangat etos kerja yang tinggi, bukan sebaliknya menjadi bangsa yang tertinggal dalam masalah ekonomi dan pendidikan.


Wallahu a'lam

Muhammad Ashsubli (Ketua Dewan Dakwah Kabupaten Bengkalis dan Pengawas
Yayasan Tabung Wakaf Umat)

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post