Tidak banyak referensi yang menginformasikan terkait kehidupan pribadi Imam Abu Hasan kecuali hanya sekelumit yang sangat minim sekali. Tidak ditemukan berita terkait ayahnya, Ismail bin Abi Basyar Ishaq, selain informasi bahwa ayahnya seorang penganut keyakinan Ahlussunnah wal jama'ah dan ahli hadis. Kata Imam Ibnu al-Furak (wafat 406 H) ayah Imam Abu Hasan di waktu sebelum wafat menitipkan pembelajaran Imam Abu Hasan kepada Imam Zakarya bin Yahya al-Saji.
Namun informasi yang sedikit ini menjelaskan kepada kita tentang pertumbuhan awal Imam Abu Hasan. Secara gamblang dikabarkan bahwa ayahnya seorang yang berkeyakinan Ahlussunnah wal jama'ah, bahkan seorang alim yang menguasai ilmu-ilmu hadis. Kealiman ini menambah tinggi kedudukannya sebagai seorang ahli ilmu yang berafiliasi kepada akidah para ahli hadis.
Berita ini tidak aneh, keluarga beliau di kalangan orang Arab terkenal dengan keshalihan dan ketaqwaan. Imam Abu Hasan berasal dari silsilah keturunan seorang sahabat mulia, Abu Musa Al Asy'ari, yang telah terbuka hatinya untuk memeluk islam sebelum bertemu Nabi Muhammad. Di kaumnya, Abu Musa dan kaumnya sering mendendangkan :
غدا نلقى الاحبة محمدا وحزبه
"Besok kita akan bertemu dengan orang-orang yang dicinta; Muhammad dan pengikutnya"
Kakek Imam Abu Hasan yang senior -Abu Musa Al Asy'ari- memiliki kedudukan yang mulia bagi Nabi. Sehingga Nabi mendoakan kakek dan kaumnya pada beberapa hadis yang menunjukkan keutamaannya dan kaumnya. Bahkan Rasulullah mendoakan mereka. Begitu juga keturunan -Abu Musa Al Asy'ari- memiliki keutamaan dengan memperhatikan keadilan dalam mengurus urusan umat islam dan bertaqwa serta memiliki rasa takut kepada Allah dengan mengamalkan hukum-hukum al-Qur'an al-Karim dan Sunnah-sunnah Nabi.
Ayah Imam Abu Hasan seorang penganut akidah Ahlussunnah wal jama'ah, oleh sebab itu tentu saja dia menginginkan kebaikan yang sama terhadap anaknya, agar juga menjadi seorang yang berkeyakinan Ahlussunnah wal jama'ah seperti dirinya. Ini terlihat dari cara ayahnya menanamkan Akidah kepada anaknya setelah ia meninggal dengan menitipkan Imam Abu Hasan kepada Imam Zakariyya bin Yahya al-Saji, seorang diantara pemuka ulama Ahlussunnah wal jama'ah dan seorang imam diantara para imam di bidang fiqh dan ushul fiqh.
Jika kita hendak mengamati pengaruh ayahnya kepada Imam Abu Hasan, wasiat ayahnya yang menginginkan agar Imam Abu Hasan tumbuh berkembang dengan keilmuan Ahlussunnah wal jama'ah dan ahli hadis di zamannya adalah bukti nyata perannya. Ayahnya menginginkan Imam Abu Hasan jauh dari pemahaman sektarian dan mengambil pemahaman jamaah.
Namun ketika ayahnya meninggal, Imam Abu Hasan masih pada periode permulaan talaqqi ilmu kepada ayahnya; beliau sedang memantapkan keahlian membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur'an. Sepeninggal ayahnya, anggota keluarganya benar-benar menunaikan wasiat ayah Abu Hasan agar beliau dititipkan belajar kepada Imam Zakarya bin Yahya al-Saji. Sebagai bukti wasiat ayahnya dilaksanakan, sepeninggal ayahnya, dalam diri Imam Abu Hasan ada kecenderungan untuk belajar keilmuan-keilmuan islam yang orisinil.
Imam Abu Hasan tidak hanya belajar kepada Imam Yahya al-Saji. Tetapi juga belajar kepada ulama Ahlussunnah lainnya, seperti belajar kepada Syaikh Abu Khalifah al-Jumahi (wafat 305 H) , Syaikh Sahl bin Nuh (wafat 287 H), Syaikh Muhammad bin Ya'kub al-Maqburi dan Syaikh Abdurrahman bin Khalaf al-Dlabbi (wafat 279 H). Mereka semuanya ulama hadis. Dari mereka Imam Abu Hasan juga meriwayatkan tafsir mereka.
Perjalanan ilmiah seperti ini menggiring kita untuk menyimpulkan bahwa Imam Abu Hasan sejak masa awal pendidikannya sebenarnya sudah memiliki pemahaman yang luas di bidang Al Qur'an dan hadis.
Imam Abu Hasan kecil sesungguhnya telah meraup ilmu-ilmu keislaman dari sumber-sumber keilmuan sunni. Beliau menghafal Al-Qur'an, hadis, dan memantapkan pemahaman ilmu-ilmu keduanya, menguasai ilmu fiqh, ushul fiqh, bahasa Arab, kaidah-kaidah tafsir dan menguasai semua keilmuan itu dengan penguasaan yang mendalam.
Maka kehidupan pribadinya dengan arahan ayahnya sebelum wafat telah menjadi pengaruh besar bagi Imam Abu Hasan untuk melakukan talaqqi ilmu agama kepada para pemuka ulama Ahlussunnah wal jama'ah di masanya.
Ini semua terkait keilmuan Imam Abu Hasan di bidang Al Qur'an, hadis, fiqh, dan ushul fiqh. Sedangkan keilmuan beliau di bidang akidah sudah barang tentu terpengaruh oleh atmosfir keilmuan Imam Abu Hasan yang dipengaruhi oleh pemikiran para ahli fiqh dan ahli hadis.
_______
Diterjemahkan dari biografi Imam Abu Hasan Al Asy'ari yang ditulis oleh Dr. Fauqiyah Husein Mahmud
(Tulisan selanjutnya Insya Allah membahas; Terkontaminasi dengan Pemikiran Mu'tazilah adalah Keberkahan Tersendiri Dalam Perjalanan Ilmiah Imam Abu Hasan).
Sumber: FP Ustadz Alnof Dinar
Namun informasi yang sedikit ini menjelaskan kepada kita tentang pertumbuhan awal Imam Abu Hasan. Secara gamblang dikabarkan bahwa ayahnya seorang yang berkeyakinan Ahlussunnah wal jama'ah, bahkan seorang alim yang menguasai ilmu-ilmu hadis. Kealiman ini menambah tinggi kedudukannya sebagai seorang ahli ilmu yang berafiliasi kepada akidah para ahli hadis.
Berita ini tidak aneh, keluarga beliau di kalangan orang Arab terkenal dengan keshalihan dan ketaqwaan. Imam Abu Hasan berasal dari silsilah keturunan seorang sahabat mulia, Abu Musa Al Asy'ari, yang telah terbuka hatinya untuk memeluk islam sebelum bertemu Nabi Muhammad. Di kaumnya, Abu Musa dan kaumnya sering mendendangkan :
غدا نلقى الاحبة محمدا وحزبه
"Besok kita akan bertemu dengan orang-orang yang dicinta; Muhammad dan pengikutnya"
Kakek Imam Abu Hasan yang senior -Abu Musa Al Asy'ari- memiliki kedudukan yang mulia bagi Nabi. Sehingga Nabi mendoakan kakek dan kaumnya pada beberapa hadis yang menunjukkan keutamaannya dan kaumnya. Bahkan Rasulullah mendoakan mereka. Begitu juga keturunan -Abu Musa Al Asy'ari- memiliki keutamaan dengan memperhatikan keadilan dalam mengurus urusan umat islam dan bertaqwa serta memiliki rasa takut kepada Allah dengan mengamalkan hukum-hukum al-Qur'an al-Karim dan Sunnah-sunnah Nabi.
Ayah Imam Abu Hasan seorang penganut akidah Ahlussunnah wal jama'ah, oleh sebab itu tentu saja dia menginginkan kebaikan yang sama terhadap anaknya, agar juga menjadi seorang yang berkeyakinan Ahlussunnah wal jama'ah seperti dirinya. Ini terlihat dari cara ayahnya menanamkan Akidah kepada anaknya setelah ia meninggal dengan menitipkan Imam Abu Hasan kepada Imam Zakariyya bin Yahya al-Saji, seorang diantara pemuka ulama Ahlussunnah wal jama'ah dan seorang imam diantara para imam di bidang fiqh dan ushul fiqh.
Jika kita hendak mengamati pengaruh ayahnya kepada Imam Abu Hasan, wasiat ayahnya yang menginginkan agar Imam Abu Hasan tumbuh berkembang dengan keilmuan Ahlussunnah wal jama'ah dan ahli hadis di zamannya adalah bukti nyata perannya. Ayahnya menginginkan Imam Abu Hasan jauh dari pemahaman sektarian dan mengambil pemahaman jamaah.
Namun ketika ayahnya meninggal, Imam Abu Hasan masih pada periode permulaan talaqqi ilmu kepada ayahnya; beliau sedang memantapkan keahlian membaca, menulis, dan menghafal Al-Qur'an. Sepeninggal ayahnya, anggota keluarganya benar-benar menunaikan wasiat ayah Abu Hasan agar beliau dititipkan belajar kepada Imam Zakarya bin Yahya al-Saji. Sebagai bukti wasiat ayahnya dilaksanakan, sepeninggal ayahnya, dalam diri Imam Abu Hasan ada kecenderungan untuk belajar keilmuan-keilmuan islam yang orisinil.
Imam Abu Hasan tidak hanya belajar kepada Imam Yahya al-Saji. Tetapi juga belajar kepada ulama Ahlussunnah lainnya, seperti belajar kepada Syaikh Abu Khalifah al-Jumahi (wafat 305 H) , Syaikh Sahl bin Nuh (wafat 287 H), Syaikh Muhammad bin Ya'kub al-Maqburi dan Syaikh Abdurrahman bin Khalaf al-Dlabbi (wafat 279 H). Mereka semuanya ulama hadis. Dari mereka Imam Abu Hasan juga meriwayatkan tafsir mereka.
Perjalanan ilmiah seperti ini menggiring kita untuk menyimpulkan bahwa Imam Abu Hasan sejak masa awal pendidikannya sebenarnya sudah memiliki pemahaman yang luas di bidang Al Qur'an dan hadis.
Imam Abu Hasan kecil sesungguhnya telah meraup ilmu-ilmu keislaman dari sumber-sumber keilmuan sunni. Beliau menghafal Al-Qur'an, hadis, dan memantapkan pemahaman ilmu-ilmu keduanya, menguasai ilmu fiqh, ushul fiqh, bahasa Arab, kaidah-kaidah tafsir dan menguasai semua keilmuan itu dengan penguasaan yang mendalam.
Maka kehidupan pribadinya dengan arahan ayahnya sebelum wafat telah menjadi pengaruh besar bagi Imam Abu Hasan untuk melakukan talaqqi ilmu agama kepada para pemuka ulama Ahlussunnah wal jama'ah di masanya.
Ini semua terkait keilmuan Imam Abu Hasan di bidang Al Qur'an, hadis, fiqh, dan ushul fiqh. Sedangkan keilmuan beliau di bidang akidah sudah barang tentu terpengaruh oleh atmosfir keilmuan Imam Abu Hasan yang dipengaruhi oleh pemikiran para ahli fiqh dan ahli hadis.
_______
Diterjemahkan dari biografi Imam Abu Hasan Al Asy'ari yang ditulis oleh Dr. Fauqiyah Husein Mahmud
(Tulisan selanjutnya Insya Allah membahas; Terkontaminasi dengan Pemikiran Mu'tazilah adalah Keberkahan Tersendiri Dalam Perjalanan Ilmiah Imam Abu Hasan).
Sumber: FP Ustadz Alnof Dinar
إرسال تعليق