ESENSI-ESENSI YANG SELESAI DENGAN KAJIAN
Polemik berkembang di antara ulama menyangkut banyak substansi persoalan dalam bidang aqidah, yang Allah tidak membebani kita untuk mengkajinya. Dalam pandangan saya polemik ini telah menghilangkan keindahan dan keagungan substansi masalah ini. Misalkan, pro kontra para ulama menyangkut melihatnya Nabi SAW kepada Allah dan bagaimana cara melihatnya, dan perbedaan yang luas antara mereka menyangkut persoalan ini. sebagian berpendapat Nabi melihat Allah dengan hatinya, dan sebagian berpendapat dengan mata. Kedua kubu ini sama-sama mengajukan argumentasi dan membela pendapatnya dengan hal-hal yang tak berguna.
Dalam pandangan saya perbedaan ini tidak berguna sama sekali. Justru menimbulkan dampak negatif yang lebih besar dibanding manfaat yang didapat. Apalagi jika masyarakat awam mendengar polemik yang pasti menimbulkan keragu-raguan di hati mereka ini. Jika kita mau mengesampingkan polemik ini dan menganggap cukup dengan menyajikan sunstansi persoalan ini apa adanya maka niscaya persoalan ini tetap dimuliakan dan dihargai dalam sanubari kaum muslimin, dengan cara kita mengatakan bahwa Rasulullah SAW melihat Tuhannya. Cukup kita berkata demikian sedangkan menyangkut cara melihat dan lain sebagainya biarlah menjadi urusan Nabi.
Salah satu substansi persoalan di atas adalah polemik yang berkembang di antara para ulama menyangkut substansi firman Allah SWT dan perbedaan luas dalam masalah ini. sebagian berpendapat bahwa firman Allah adalah suara hati (kalam nafsi) dan sebagian lagi berpendapat bahwa kalam Allah berhuruf dan bersuara. Saya sendiri berpendapat kedua pihak ini sama-sama mencari substansi mensucikan Allah dan menjauhi syirik dalam berbagai bentuknya.
Persoalan kalam (firman Allah) adalah kebenaran yang tidak bisa diingkari, karena tidak meniadakan kesempurnaan ilahi. Ini adalah pandangan dari satu aspek. Ditinjau dari aspek lain, sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an wajib dipercayai dan ditetapkan, karena tidak ada yang mengetahui Allah kecuali Allah sendiri. Apa yang saya yakini dan saya ajak adalah menetapkan kebenaran ini tanpa perlu membicarakan bagaimana cara dan bentuknya. Kita tetapkan bahwa Allah memiliki sifat kalam dan berkata : Ini adalah kalam Allah dan Allah SWT adalah Dzat yang berbicara. Kita cukup berbicara seperti ini dan menjauhi mengkaji apakah kalam itu kalam nafsi atau kalam yang bukan nafsi yang berhuruf dan bersuara atau tidak berhuruf dan tidak bersuara.
Karena pembahasan seperti ini berlebihan, yang Nabi Muhammad sebagai pembawa tauhid tidak pernah membicarakannya. Lalu mengapa kita menambahkan apa yang datang dibawa oleh Nabi ? Bukankah hal semacam ini adalah salah satu bid’ah terburuk ? Subhaanaka Haadzaa Buhtaanun ‘Adhiim. Rasulullah SAW mengabarkan kepada kita tentang kalam pada saat kita berkumpul dengan beliau di sisi Allah SWT. Kami mengajak agar pembicaraan kita selamanya menyangkut substansi kalam dan masalah sejenis terlepas dari pembahasan mengenai cara dan bentuknya
*”Saya Mampu Melihatmu dari Belakang.” Salah satu substansi persoalan di atas adalah polemik yang terjadi di antara ulama menyangkut substansi sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya saya bisa melihat kalian dari belakang sebagaimana dari arah depan.” Sebagian ulama berpendapat bahwa Allah SWT menciptakan dua mata di arah belakang.
Sebagian berpendapat bahwa Allah SWT menjadikan kedua mata beliau yang di depan memiliki kekuatan yang mampu menembus bagian belakang. Sebagian lagi berpendapat bahwa Allah SWT membalik obyek yang ada di belakang Nabi sehingga berada di depan beliau. Semua ini adalah interpretasi berlebihan yang membuat persoalan ini kehilangan keindahan dan keelokannya sekaligus meredupkan kewibawaan dan keagungannya di hati manusia. Adapun keberadaan Nabi mampu melihat orang yang berada di belakang sebagaimana melihat orang yang ada di depan maka ini adalah fakta yang telah disampaikan beliau sendiri dalam hadits shahih.
Maka tidak ada ruang sama sekali untuk membantahnya. Namun apa yang saya ajak dan menjadi pendapat saya adalah menetapkan fakta ini apa adanya tanpa perlu mengkaji cara dan bentuknya. Kita wajib meyakini kemungkinan terjadinya dan dampaknya, dengan cara menyaksikan salah satu hal yang di luar kebiasaan yang meminggirkan faktor penyebab untuk menampakkan kekuasaan Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa serta kedudukan Rasulullah SAW.
*Jibril menyamar sebagai Seorang lelaki Para ulama bersilang sengketa menyangkut penyamaran Jibril AS saat datang membawa wahyu dalam bentuk seorang lelaki padahal fisik Jibril sangat luar biasa besar.Sebagian berpendapat bahwa Allah membuang kelebihan dari fisiknya. Sebagian lain menyatakan sebagian fisiknya menyatu dengan yang lain sehingga menyusut menjadi kecil. Menurut hemat saya interpretasi ini tidak berguna. Saya meyakini Allah mampu membuat Jibril menyamar dalam bentuk seorang laki-laki dan ini merupakan fakta yang telah disaksikan oleh banyak sahabat. Bagi saya tidaklah penting mengetahui cara penyamaran Jibril dalam bentuk seorang laki-laki dan saya mengajak saudara-saudara kita sesama pelajar untuk menyampaikan fakta ini tanpa perlu menyinggung perbedaan-perbedaan yang menyertainya agar fakta ini tetap besar dan agung dalam hati.
_______________________________________________________________
Polemik berkembang di antara ulama menyangkut banyak substansi persoalan dalam bidang aqidah, yang Allah tidak membebani kita untuk mengkajinya. Dalam pandangan saya polemik ini telah menghilangkan keindahan dan keagungan substansi masalah ini. Misalkan, pro kontra para ulama menyangkut melihatnya Nabi SAW kepada Allah dan bagaimana cara melihatnya, dan perbedaan yang luas antara mereka menyangkut persoalan ini. sebagian berpendapat Nabi melihat Allah dengan hatinya, dan sebagian berpendapat dengan mata. Kedua kubu ini sama-sama mengajukan argumentasi dan membela pendapatnya dengan hal-hal yang tak berguna.
Dalam pandangan saya perbedaan ini tidak berguna sama sekali. Justru menimbulkan dampak negatif yang lebih besar dibanding manfaat yang didapat. Apalagi jika masyarakat awam mendengar polemik yang pasti menimbulkan keragu-raguan di hati mereka ini. Jika kita mau mengesampingkan polemik ini dan menganggap cukup dengan menyajikan sunstansi persoalan ini apa adanya maka niscaya persoalan ini tetap dimuliakan dan dihargai dalam sanubari kaum muslimin, dengan cara kita mengatakan bahwa Rasulullah SAW melihat Tuhannya. Cukup kita berkata demikian sedangkan menyangkut cara melihat dan lain sebagainya biarlah menjadi urusan Nabi.
Salah satu substansi persoalan di atas adalah polemik yang berkembang di antara para ulama menyangkut substansi firman Allah SWT dan perbedaan luas dalam masalah ini. sebagian berpendapat bahwa firman Allah adalah suara hati (kalam nafsi) dan sebagian lagi berpendapat bahwa kalam Allah berhuruf dan bersuara. Saya sendiri berpendapat kedua pihak ini sama-sama mencari substansi mensucikan Allah dan menjauhi syirik dalam berbagai bentuknya.
Persoalan kalam (firman Allah) adalah kebenaran yang tidak bisa diingkari, karena tidak meniadakan kesempurnaan ilahi. Ini adalah pandangan dari satu aspek. Ditinjau dari aspek lain, sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an wajib dipercayai dan ditetapkan, karena tidak ada yang mengetahui Allah kecuali Allah sendiri. Apa yang saya yakini dan saya ajak adalah menetapkan kebenaran ini tanpa perlu membicarakan bagaimana cara dan bentuknya. Kita tetapkan bahwa Allah memiliki sifat kalam dan berkata : Ini adalah kalam Allah dan Allah SWT adalah Dzat yang berbicara. Kita cukup berbicara seperti ini dan menjauhi mengkaji apakah kalam itu kalam nafsi atau kalam yang bukan nafsi yang berhuruf dan bersuara atau tidak berhuruf dan tidak bersuara.
Karena pembahasan seperti ini berlebihan, yang Nabi Muhammad sebagai pembawa tauhid tidak pernah membicarakannya. Lalu mengapa kita menambahkan apa yang datang dibawa oleh Nabi ? Bukankah hal semacam ini adalah salah satu bid’ah terburuk ? Subhaanaka Haadzaa Buhtaanun ‘Adhiim. Rasulullah SAW mengabarkan kepada kita tentang kalam pada saat kita berkumpul dengan beliau di sisi Allah SWT. Kami mengajak agar pembicaraan kita selamanya menyangkut substansi kalam dan masalah sejenis terlepas dari pembahasan mengenai cara dan bentuknya
*”Saya Mampu Melihatmu dari Belakang.” Salah satu substansi persoalan di atas adalah polemik yang terjadi di antara ulama menyangkut substansi sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya saya bisa melihat kalian dari belakang sebagaimana dari arah depan.” Sebagian ulama berpendapat bahwa Allah SWT menciptakan dua mata di arah belakang.
Sebagian berpendapat bahwa Allah SWT menjadikan kedua mata beliau yang di depan memiliki kekuatan yang mampu menembus bagian belakang. Sebagian lagi berpendapat bahwa Allah SWT membalik obyek yang ada di belakang Nabi sehingga berada di depan beliau. Semua ini adalah interpretasi berlebihan yang membuat persoalan ini kehilangan keindahan dan keelokannya sekaligus meredupkan kewibawaan dan keagungannya di hati manusia. Adapun keberadaan Nabi mampu melihat orang yang berada di belakang sebagaimana melihat orang yang ada di depan maka ini adalah fakta yang telah disampaikan beliau sendiri dalam hadits shahih.
Maka tidak ada ruang sama sekali untuk membantahnya. Namun apa yang saya ajak dan menjadi pendapat saya adalah menetapkan fakta ini apa adanya tanpa perlu mengkaji cara dan bentuknya. Kita wajib meyakini kemungkinan terjadinya dan dampaknya, dengan cara menyaksikan salah satu hal yang di luar kebiasaan yang meminggirkan faktor penyebab untuk menampakkan kekuasaan Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa serta kedudukan Rasulullah SAW.
*Jibril menyamar sebagai Seorang lelaki Para ulama bersilang sengketa menyangkut penyamaran Jibril AS saat datang membawa wahyu dalam bentuk seorang lelaki padahal fisik Jibril sangat luar biasa besar.Sebagian berpendapat bahwa Allah membuang kelebihan dari fisiknya. Sebagian lain menyatakan sebagian fisiknya menyatu dengan yang lain sehingga menyusut menjadi kecil. Menurut hemat saya interpretasi ini tidak berguna. Saya meyakini Allah mampu membuat Jibril menyamar dalam bentuk seorang laki-laki dan ini merupakan fakta yang telah disaksikan oleh banyak sahabat. Bagi saya tidaklah penting mengetahui cara penyamaran Jibril dalam bentuk seorang laki-laki dan saya mengajak saudara-saudara kita sesama pelajar untuk menyampaikan fakta ini tanpa perlu menyinggung perbedaan-perbedaan yang menyertainya agar fakta ini tetap besar dan agung dalam hati.
_______________________________________________________________
MAFAHIM YAJIBU ANTUSOHHA ( Paham-paham Yang Harus Diluruskan )
Karya Imam Ahlussunnah Wal Jamaah Abad 21
Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani
Post a Comment