Pendapat Ulama Tentang Peringatan Maulid Nabi.
Pendapat Ibnu Taimiah:
فتعظيم المولد واتخاذه موسما قد يععله بعض الناس ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده وتعيظمه لرسول الله صلى الله
عليه وآله وسلم
“Mengagungkan hari kelahiran nabi Muhammad Saw dan menjadikannya sebagai perayaan terkadang dilakukan sebagian orang, maka ia mendapat balasan pahala yang besar karena kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah Saw”.
Pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani pernah ditanya tentang peringatan maulid nabi, beliau menjawab:
أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أحََدٍ مِنْ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنْ الْقُرُونِ الثَّلَاثَةِ وَلَكِ نَّهَا مَاَ ذَلِكَ قَدْ اشْتمََلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِ دهَا
فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتجََنَّبَ ضِدَّهَا كَانَ بِدْعَةً حَسَنَةً وَمَنْ لَا فَلاَ
Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan-kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik, berarti bukan bid’ah hasanah
Syekh ‘Athiyyah Shaqar mantan ketua Komisi Fatwa Al-Azhar Mesir:
ورأيى أنه لا بأس بذلك فى هذا العصر الذى كاد الشباب ينسى فيه دينه وأمجاده ، فى غمرة الاحتعالات الأخرى التى كادت
تطغى على المناسبات الدينية ، على أن يكون ذلك بالتعقه فى السيرة ، وعمل آثار تخلد ذكرى المولد، كبناء مسجد أو معهد
أو أى عمل خيرى يربط من يشاهده برسول اللَّ وسيرته .
Menurut pendapat saya, boleh memperingati maulid nabi pada saat ini ketika para pemuda nyaris melupakan agama dan keagungannya, pada saat ramainya perayaan-perayaan lain yang hampir mengalahkan hari-hari besar agama Islam. Peringatan maulid tersebut diperingati dengan memperdalam sirah (sejarah nabi), membuat peninggalan-peninggalan yang dapat mengabadikan peringatan maulid seperti membangun masjid atau lembaga pendidikan atau amal baik lainnya yang dapat mengaitkan antara orang yang melihatnya dengan Rasulullah Saw dan sejarah hidupnya.
Pendapat Syekh Yusuf al-Qaradhawi.
Syekh Yusuf al-Qaradhawi ketua al-Ittihâd al-‘Âlami li ‘Ulamâ’ al-Muslimîn ditanya tentang hukum memperingati maulid nabi. Beliau memberikan jawaban:
“Bismillah, Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah ke hadirat Rasulullah Saw, amma ba’du:
Ada bentuk perayaan yang dapat kita anggap dan kita akui memberikan manfaat bagi kaum muslimin. Kita mengetahui bahwa para shahabat –semoga Allah Swt meridhai mereka- tidak pernah merayakan maulid nabi, peristiwa hijrah dan perang Badar, mengapa?
Karena semua peristiwa ini mereka alami secara langsung. Mereka hidup bersama Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw hidup di hati mereka, tidak pernah hilang dari fikiran mereka. Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Kami bercerita kepada anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah Saw sebagaimana kami menghafalkan satu surah al-Qur’an kepada mereka”. Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang apa yang terjadi pada perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar. Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang berbagai peristiwa dalam kehidupan Rasulullah Saw. Oleh sebab itu mereka tidak perlu diingatkan tentang berbagai peristiwa tersebut.
Kemudian tiba suatu masa, kaum muslimin melupakan berbagai peristiwa tersebut, semua peristiwa itu tidak lagi ada di benak mereka. Tidak ada dalam akal dan hati mereka. Oleh sebab itu kaum muslimin perlu menghidupkan kembali makna-makna yang telah mati, mengingatkan kembali berbagai peristiwa yang terlupakan. Memang benar bahwa ada beberapa bentuk bid’ah terjadi, akan tetapi saya nyatakan bahwa kita merayakan maulid nabi untuk mengingatkan kaum muslimin tentang kebenaran hakikat sejarah Rasulullah Saw, kebenaran risalah Muhammad Saw. Ketika saya merayakan maulid nabi, maka saya sedang merayakan lahirnya risalah Islam. Saya mengingatkan manusia tentang risalah dan sirah Rasulullah Saw.
Pada kesempatan ini saya mengingatkan umat manusia tentang sebuah peristiwa agung dan banyak pelajaran yang bisa diambil, agar saya dapat mengeratkan kembali antara manusia dengan sejarah nabi. Firman Allah Swt: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21). Agar kita bisa berkorban sebagaimana para shahabat berkorban. Sebagaimana Ali mengorbankan dirinya dengan menempatkan dirinya di tempat tidur nabi. Sebagaimana Asma’ berkorban dengan naik ke atas bukit Tsur setiap hari, sebuah bukit terjal. Agar kita dapat membuat strategi sebagaimana Rasulullah Saw membuat strategi hijrah. Agar kita mampu bertawakkal kepada Allah Swt sebagaimana Rasulullah Saw bertawakkal ketika Abu Bakar berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang dari mereka melihat ke bawah kedua kakinya, pastilah ia melihat kita”. Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Bakar, tidaklah menurut prasangkamu tentang dua orang, maka Allah adalah yang ketiga. Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”.
Kita membutuhkan pelajaran-pelajaran ini. Peringatan maulid nabi merupakan sarana untuk mengingatkan kembali umat manusia akan makna-makna yang mulia ini. Saya yakin bahwa hasil positif di balik peringatan maulid adalah mengikat kembali kaum muslimin dengan Islam dan mengeratkan mereka kembali dengan sejarah nabi Muhammad Saw agar mereka bisa menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri tauladan. Adapun hal-hal yang keluar dari semua ini, maka semua itu bukanlah perayaan maulid nabi dan kami tidak membenarkan seorang pun untuk melakukannya272.
Peringatan maulid nabi tidak lebih dari sekedar ekspresi kegembiraan seorang hamba atas nikmat dan karunia besar yaitu kelahiran Muhammad Saw. Dari beberapa pendapat ulama diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dipermasalahkan itu bukanlah peringatannya, akan tetapi cara memperingatinya. Ketika dengan peringatan maulid kesadaran umat semakin bertambah, membangkitkan semangat menjalankan agama, menyadarkan generasi muda akan nabi dan keagungan agamanya, maka maulid menjadi sesuatu yang baik. Akan tetapi perlu inovasi dalam peringatan maulid nabi, tidak hanya sekedar seremonial tanpa makna yang membuat umat terjebak pada rutinitas. Perlu menjadikan momen maulid nabi sebagai wasilah, sebagaimana yang dinyatakan Syekh al-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki:
وإن هذه الاجتماعات هي وسيلة كبرى للدعوة إلى الله وهي فرصة ذهبية ينبغي أن لا تعوت، بل يجب على الدعاة والعلماء أن
يذكروا الأمة بالنبي صلى الله عليه وسلم بأخلاقه وآدابه وأحواله وسيرته ومعاملته وعباداته، وأن ينصحوهم ويرشدهم إلى
الخير والعلاح ويحذروهم من البلاء والبدع والشر والعتن
يذكروا الأمة بالنبي صلى الله عليه وسلم بأخلاقه وآدابه وأحواله وسيرته ومعاملته وعباداته، وأن ينصحوهم ويرشدهم إلى
الخير والعلاح ويحذروهم من البلاء والبدع والشر والعتن
Perkumpulan-perkumpulan (maulid) ini adalah wasilah/sarana terbesar untuk berdakwah kepada Allah dan merupakan kesempatan emas yang semestinya tidak terlewatkan. Bahkan para da’i dan ulama mesti mengingatkan umat tentang nabi Muhammad Saw, tentang akhlaknya, adab sopan santunnya, keadaannya, sejarah hidupnya, mu’amalah dan ibadahnya. Memberikan nasihat kepada kaum muslimin dan menunjukkan jalan kebaikan dan kemenangan, memperingatkan umat akan musibah, bid’ah, kejelekan dan fitnah.
>>Bersambung <<<<
_______________________
Referensi: Buku 37 Masalah Populer Ustadz Abdul Somad
Ingin Selengkapnya download di SINI
Post a Comment