Menilik Kualitas Hadis dari Kesolehan Seorang Perawi

Dalam kajian ilmu hadis terdapat satu cabang ilmu yang sangat penting dalam penelitian kualitas suatu hadis, yaitu ilmu rijâl. Ilmu rijâl merupakan satu cabang ilmu yang meneliti tentang biografi lengkap seorang perawi; dari data pribadi, perjalanan hidup, perjalanan keilmuan, juga tentang kesalehan (‘adâlah) dan kapasitas hapalannya (dhabth).


Untuk menyampaikan penilailan tentang kualitas perawi dalam kesalehan dan kualitas hapalan, banyak kata atau ungkapan yang digunakan para ulama, antara lain tsiqah, hujjah, shadûq, lâ ba’sa bihi, shâlih, dha’îf dan lain-lain.
Secara umum, ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah yang digunakan untuk menyampaikan penilaian terhadap seorang perawi adalah ungkapan-ungkapan yang populer di kalangan pengkaji hadis.

Namun terdapat sebagian ungkapan yang dapat dikatakan tidak populer dalam penilaian kualitas seorang perawi, baik dari aspek kesalehannya maupun dari sis kualitas hapalannya. Di antara contoh ungkapan tersebut adalah pernyataan Imam Ahmad rahimahullah ketika Shafwan bin Sulaim, seorang tabi’in, disebutkan. Imam Ahmad bin Hambal berkata,
هَذَا رَجُلٌ يُسْتَسْقَى بِحَدِيْثِهِ، وَيَنْزِلُ الْقَطْرُ مِنَ السَّمَاءِ بِذِكْرِهِ
“Orang ini hadisnya jadi wasilah untuk meminta hujan, dan air hujan turun karena namanya ia disebutkan.”

Tentu ini merupakan pujian yang luar biasa dari Imam Ahmad bagi kualitas riwayat darn kesalehan Shafwan bin Sulain.
Bagi sebagian orang, pujian Imam Ahmad ini bukan sekedar pujian, namun mengandung unsur lain, yaitu tawasul dengan hadis riwayat seseorang dan dengan orang itu sendiri untuk meminta hujan kepada Allah. Dan perlu diingat bahwa Shafwan bin Sulaim adalah dari generasi tabi’in, sedangkan Imam Ahmad dari tiga generasi setelahnya, yaitu dari generasi tabi’ tabi’ tabi’în. Jadi ia tidak berjumpa sama sekali dengan Shafwan bin Sulaim ini.

Apabila membaca biografi Shafwan bin Sulaim di kitab-kitab rujukan ilmu rijâl, memang akan kita dapati para ulama mengakui kualitasnya, baik dalam periwayatan hadis maupun juga dalam ibadahnya. Bahkan disebutkan, karena seringnya ia bersujud, hingga membekas pada tulang keningnya.

Apabila ditarik benang merah antara pujian Imam Ahmad di atas dengan kebiasaan di sebagian tempat, seperti di Mesir dulu, yaitu menolak bala dengan membaca Shahih Bukhari, maka akan ditemukan kesesuaian di antara keduanya. Kitab Shahih Bukhari, seperti jamak diketahui, merangkum hadis-hadis dengan kualitas tinggi juga merangkum nama-nama para perawi dengan kualitas hapalan dan kesalehan yang hebat. Kedua unsur ini yang disebutkan yang juga menjadi pijakan Imam Ahmad dalam ungkapannya di atas.

Terkait dengan “khasiat” menyebut nama orang-orang saleh ini, tentu bukan hal yang asing bagi para pelajar, termasuk pelajar hadis. Di dalam Muqaddimah Ibn Shalah misalnya, disebutkan sebuah kisah dua ulama saleh yang berdialog tentang tujuan mencari dan mencatat hadis. Salah seorang dari keduanya mengatakan, “Bukankah kalian meriwayatkan bahwa
عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة؟
“Ketika orang-orang saleh disebutkan maka rahmat Allah turun? Sesungguhnya Rasulullah adalah pemimpin orang-orang saleh.”

Termasuk dalam hal ini juga adalah “khasiat” nama-nama para sahabat yang ikut dalam perang Badar. Para penuntut ilmu tentu tahu bagaimana kedudukan istimewa yang dimiliki para sahabat yang ikut perang Badar, bahkan dibanding para sahabat lainnya.
Syaikh’Allâmah al-Dawani al-Kazruni (w. 918 H), di dalam Syarahnya terhadap al-Aqâid al-‘Adhudiyyah kari ‘Adhduddin al-Iji, mengatakan:
سمعنا من مشايخ الحديث، أن الدعاء عند ذكرهم في البخاري مستجاب وقد جرب.
“Kami mendengar dari para syaikh hadis bahwa doa ketika menyebut/disebut nama mereka (ashhâb Badr) yang ada di dalam Shahih Bukhari mustajab, dan ini sudah dicoba (mujarab).”
Nampak jelas di situ bahwa Syaikh al-Dawani menisbatkan hal di atas juga kepada masyayikh hadis pada zamannya.

Hal ini juga mengingatkan kita dengan syair penolak bala yang mengandung lima nama Ahlul Bait yang sempat ramai dibincangkan di medsos beberapa waktu lalu yang diawali dengan lafal:
لي خمسة أطفي بها حرّ الوباء الحطيمة....

Kita semua tentu tahu bagaimana kedudukan mulia dari lima nama yang disebutkan dalam bait-bait syair di atas.

Semoga Allah membimbing hati kita untuk selalu mencintai orang-orang saleh, walaupun mungkin kita tidak selevel dengan mereka. Karena, seseorang akan bersama orang yang dicintainya.

Sumber: FP Ustadz Ahmad Ikhwani

0/Post a Comment/Comments

أحدث أقدم